Kamis, 27 November 2014

KESOMBONGAN

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua. Benih-benihnya kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat pertama, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain. 

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya.

Sombong karena materi sangat mudah terlihat. Sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan lebih sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Cobalah setiap hari, kita memeriksa hati kita. Karena setiap hal yang baik dan yang bisa kita lakukan, semua karena karunia dan rahmat-Nya serta karena kehendak-Nya.Kita ini manusia hanya seperti debu, yang suatu saat akan hilang dan lenyap. Kesombongan hanya akan membawa kita pada kejatuhan yang sangat dalam.

Semoga kita semua dijauhkan dari sifat-sifat demikian, dan mudah mudahan apa yg kita perbuat hanya semata-mata karena Allah SWT.

Selasa, 18 November 2014

Teman Atau Bukan?

Diusiaku seperti ini, setelah sekian lama menjalani roda kehidupan, bukan hal yang mudah untuk mendapatkan seorang teman baru, yang kemudian mungkin bisa menjadi salah Satu sahabatku.



Sebagai seorang istri dan bunda dari tiga orang anak, fokus utamaku dalam menjalankan kehidupan untuk saat ini hanya kepada mereka berempat. Perkenalan dengan orang-orang baru pun sebagian besar terjadi di lingkungan ketika aku mendampingi anak-anak dan suami.

Pagi itu sekitar pukul 9:20 WIB, SMS masuk ke HP-ku dari seorang perempuan, ibu dari teman Arya berkegiatan luar sekolah,
** xxxx help me dong,,,ada uang simpanan 800rb ga ntr sore lanngsung digantiin mam **

Nama awal yang disebut diawal bukan namaku, tapi panggilan 'mam' adalah panggilan yang beliau biasa sebutkan untuk aku. Segera kujawab SMS beliau,
** Ini SMS buat aku ya? Bundanya Arya. In sya Allah ada mam. Mau diambil atau gimana? **


Bersamaan dengan SMS yang kukirim, masuk lagi SMS dari beliau 
** Maaf mam salah kirim **

Tak lama kemudian, masuk lagi SMS beliau, kemungkinan setelah membaca balasan dariku, ** Ya mam perlu bngt,,,ntr sore digantiin mam,,trnsfr aj ya mam klo ada 1jt mam,,,kemadiri apa bca bun tp nama suami bun **

Sejenak kuberpikir, ikhlaskah aku memberi pinjaman dalam hitungan jam dengan resiko pinjaman tersebut tidak dibayar tepat waktu atau malah tidak dibayar sama sekali?
Kutanya hati nurani ini, jawabnya bantu saja, ikhlaskan bila tidak diganti, ini ujian buat kami apakah kami bisa berteman atau sekedar sebagai kenalan biasa.
Bismillah....kutanya nomor rekeningnya, ternyata beliau tidak punya rekening di bank, semua atas nama suaminya. Walau agak heran dengan kondisi ini, kutransfer dana yang dibutuhkan.

Pukul 20:10 WIB kuterima lagi SMS dari beliau,
** Bun,,,sbelumnya mhn maaf,,sy baru arah plg dari klp gading takut kemalaman sampe rmh,,bsk pagi aj ya bun,,,,skalian sy minta tlg rek nya bun soalnya bsk ada survyan sblm 8 dimanggarai nti sy trnsfr dari jln bun,,skali lg maaf ya bun n trims **

Kujawab tidak masalah sambil kuberi nomor rekeningku. Anehnya tidak ada sedikitpun keraguan di hati ini, mungkin karena sejak awal aku sudah paham akan resikonya.

Pukul 21:29 WIB aku menerima SMS notification dari Bank sejumlah uang yang aku pinjamkan.

Keesokan harinya beliau SMS aku memberitahukan bahwa uang sudah ditransfer semalam dan mengucapkan banyak terima kasih.

Ya Rabb, syukurku panjatkan padaMU, bertambah lagi seorang temanku yang memiliki nilai hidup yang sama dengan kami, jujur dan tepat janji, alhamdulillah.

Catatan buat yang berkenan membaca:
Cerita ini kubagi untuk mengambil pesan positifnya, mohon abaikan bila ada kesan negatif dari tulisan ini.


Jumat, 07 November 2014

Life is about hope

Duduk berjam-jam setiap hari, selama seminggu belakangan ini, bisa menjadi tempat untuk belajar. Kali ini aku belajar mengenai cinta kasih dan harapan.

Rumah sakit ini hanya punya seorang psikolog, jadwal prakteknya pun hanya hari Selasa dan Jumat, dalam sehari pasien yang mau diterapi pun sangat terbatas. Ternyata alasan utama membatasi pasien. Karena psikolog membawa masalah yang dihadapi pasiennya ke dalam hati, sehingga ada keterbatasan jumlah agar tidak terjadi kelelahan batin beliau.



Sejak Jumat lalu Kami minta jadwal, baru siang ini jadwal didapat. Psikolog mengunjungi mama dan memulai bercakapan, berupaya keras mengungkapkan kendala batin yang dihadapi mama, lebih dari 30 menit mengajak mama untuk berbicara, tak lebih dari 10 kata yang dikeluarkan dan sebagian besar hanya jawaban "iya".

Ayukku diajak bicara oleh psikolog, hampir satu jam. Psikolog sampai pada satu kesimpulan, aksi mama tidak mau untuk sekedar berupaya untuk makan atau sekedar memiringkan tubuhnya bukan karena depresi seperti dugaan semua, namun karena mama sudah dalam fase "hopeless". Rasa itu datang  dari dalam diri mama sendiri. Beliau memiliki stigma bahwa tidak ada lagi harapan untuk dirinya untuk terus hidup.

Terapi tidak mungkin lagi diteruskan, kami diminta untuk berupaya agar mama jangan sampai merasa "lonely".  Kami diminta terus mendampingi beliau sekalipun beliau hanya berbaring dan terus mengajak bicara dan cerita, walau mama hanya diam saja.

Ya Rabb...Kau tunjukkan pada kami kesabaran untuk terus mencintai mama, menanamkan harapan atas kesembuhan mama.

Ya Rabb....kami Ikhlas atas semua ini, Kami yakin Kau akan memberikan yang terbaik untuk mama.  Aamiin



Rabu, 05 November 2014

Ketika mama mulai pikun

Selagi mama dimandikan oleh suster sore ini di RS Mitra Keluarga terjadi percakapan antara mama dan suster.

Suster: Ibu anaknya berapa?
Mama: delapan
Suster: cucunya berapa bu?
Mama: sepuluh
Suster: Dari delapan anak itu ada sepuluh cucu?
Mama: eh, anak tujuh
Suster: jadi kalau lebaran ramai?
Mama: Ramai, rumah penuh. Suster nanti ke rumah ya kalau lebaran
Suster: nanti disediain apa?
Mama: Disediain ketupat, Bener ya datang ke rumah

Ah mama, kami anak-anak mama pun sudah mulai terlupakan.
Syafakillahumma ma!