Senin, 16 Desember 2013

Mengutamakan kewajiban sebagai ibu bagi seorang perempuan

Beberapa sahabat yang bertanya bagaimana mungkin aku yang super ego untuk hampir segala hal, takluk ketika yang kuhadapi urusan anak-anak. Aku acapkali menjawab  “ketika aku memutuskan untuk menikah dan melahirkan anak-anak kami, maka delapan puluh persen  dari hakku sebagai seorang perempuan menjadi kewajibanku sebagai seorang ibu”.

Aku akan mencoba mengulas dengan sederhana mengenai kewajiban sebagai ibu bagi seorang perempuan, semoga ada hikmah untuk kita semua.

Tugas seorang ibu merupakan tugas yang sangat penting. Ibu merupakan  “tiang rumah tangga” amatlah penting bagi terselenggaranya rumah tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan bahagia, membuat rumah tangga menjadi surga bagi suami dan anak-anaknya, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi bagi suaminya. Untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam keluarga dibutuhkan isteri yang shaleh, yang dapat menjaga suami dan anak-anaknya, serta dapat mengatur keadaan rumah sehingga tempat rapih, menyenangkan, memikat hati seluruh anggota keluarga.  Menurut Baqir Sharif al-Qarashi (2003:64), para ibu merupakan sekolah yang paling utama dalam pembentukan kepribadian anak.  Ibu bertanggungjawab terhadap mental dan sosial dalam pencapaian kesempurnaan serta pertumbuhan anak yang baik dan benar.

Sejumlah kegagalan yang terjadi diakibatkan oleh pemisahan perempuan dari fungsi-fungsi dasar mereka. Ibu yang sering berada di luar rumah yang hanya menyisakan sedikit waktu untuk anak-anak telah menghilangkan kebahagian anak, menghalangi anak dari merasakan nikmatnya kasih sayang ibu, sebab mereka menjalankan berbagai pekerjaan di luar serta meninggalkan anak disebagian besar waktunya. Meng-subkontak-kan kewajibannya pada nanny, pembantu, ibu, para guru di sekolah ataupun di tempat les.

Menjadi seorang ibu bukanlah tugas yang mudah. Berbagai persoalan pelik kadang membelitnya. Ia harus menjadi perempuan penyabar dan penyayang, memprioritaskan kebutuhan anak-anaknya. Meskipun bukan berarti bahwa demi anak, seorang ibu harus mengabaikan kebutuhan dirinya, meninggalkan segala kenikmatan Allah dalam kehidupan untuk mencurahkan perhatiannya semata-mata untuk sang suami dan anak. Namun, aku akui bahwa tugas kaum ibu yang sangat berat menuntut pengorbanan sejumlah hal demi masa depan anak-anaknya.

Menurutku perempuan yang mengkonsentrasikan diri mengurus rumah adalah perempuan sejati, yang mampu mengangkat harkat dan martabat dirinya di hadapan suami dan anak-anaknya. Seorang perempuan yang betul-betul memperhatikan kepentingan anaknya bukanlah kaum ibu yang biasa-biasa saja,  bukan sekedar ibu Rumah Tangga. Dan mengurus kepentingan anak bukanlah sebuah bentuk pengabdian dan tidak akan mendorong pada kebinasaan. Melainkan kewajiban fitrah yang semestinya dilaksanakan.

Peran seorang ibu sangat penting, mencakup pemenuhan kewajiban material dan spiritual. Seorang ibu harus selalu sibuk memikirkan dan membuat perencanaan untuk mendidik anaknya secara lebih baik dan  berusaha menyelaraskan antara keinginannya sebagai perempuan, ibu dan istri dalam hal pemenuhan kebutuhan-kebutuhan. Seorang ibu juga harus mengetahui hal-hal apa saja yang harus diajarkan dan hal-hal apa yang tidak boleh diajarkan kepada sang anak. Itu dimaksudkan tak lain untuk kebaikan sang anak sendiri. Rasa tanggung jawabnya yang besar dan kesadarannya yang tinggi sebagai seorang ibu, membuatnya dengan cepat menyadari bahwa dalam dunia pendidikan, tak ada sesuatu pun yang dianggap tidak penting. Karena itu, seorang ibu yang baik tidak pernah memandang remeh kewajiban pendidikan anak tersebut. Dengan kata lain, kaum ibu harus berusaha menyelesaikan masalah pendidikan anak secara bersungguh-sungguh.


Aku sendiri berusaha yang terbaik untuk anak-anak kami,  apapun akan kulakukan untuk anak-anak kami.  Menyiapkan makanan mereka sehari-hari dengan tanganku sendiri dan membantu mereka dalam mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi anak-anak kami.  Mendampingi mereka di waktu-waktu utamaku,  bukan sisa waktuku ketika aku sudah begitu kelelahan beraktivitas untuk kepentingan pribadiku.  Aku menyadari, karir, sekolah  dan mencari nafkah bukan lagi kewajibanku.  Aku tidak ingin lagi mengejarnya, bukan masaku lagi.  Masaku kini hanya untuk anak-anak kami.  Aku selalu mendoakan anak-anak kami agar menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah, punya harga diri dan bermanfaat bagi orang-orang di sekilingnya. Aku hanya berupaya dengan keyakinanan penuh bahwa Allah SWT akan mengabulkan harapan dan doa-doaku buat anak-anak kami.